Memori yang tidak bisa kulupakan. Namaku Anton, saya bekerja di suatu harian ibukota. Baiklah begini ceritanya..
Malam itu bertepatan pada 2 Juni 1999 dekat jam 21. 30. Saya di dalam mobilku lagi keliling- keliling kota Jakarta. Rencananya saya hendak meliput persiapan kampanye partai- partai yang katanya telah terdapat di seputar HI.
Aneh, kampanye resminya esok, tetapi telah banyak yang bercokol di putaran HI semenjak malam ini. Kelihatannya mereka tidak ingin kalah dengan partai- partai lain yang kemarin serta hari ini sudah memanjat arca selamat tiba, memasang bendera mereka di situ.
Tercatat pp, PND, PBB, PKB, PAN serta PK sudah sukses. Dengan korban sebagian orang pasti saja. Entah apa yang dikejar mereka, para simpatisan itu. Kebanggaan? Ataupun suatu ketololan. Jika nyatanya mereka tewas ataupun luka, berartikah pengorbanan mereka? Apakah para pimpinan partai itu tahu sama mereka? Apakah pemimpin partai itu menghargai kenekadan mereka? Lho, kok saya bicara politik. Biarinlah. Macam- macam saja ulah mereka, maklumlah telah dikala kampanye terakhir buat partai- partai di Jakarta ini.
Di depan kedutaan Inggris saya parkirkan mobilku, bersama banyak mobil yang lain. Memanglah saya amati terdapat sebagian kelompok, tiap- tiap dengan bendera partai mereka serta atribut yang beragam. Saya keluarkan kartu persku, bergantung di leher.
Pula Nikon, kawan baik yang jadi sumber nafkahku. Saya mendekati kerumunan simpatisan partai. Bergabung dengan mereka. Berupaya mencari data serta momen- momen berarti yang bisa jadi hendak terjalin.
Dikala seperti itu pandanganku berjumpa dengan tatap mata seseorang wanita yang bergerombol dengan sahabatnya di atap suatu mini bis.
Mukanya yang menawan tersenyum kepadaku. Wanita itu mengenakan kaos partai yang mengaku reformis,—aku rahasiakan saja baiknya—yang sudah dipotong sedikit bagian bawahnya, sehinggs semacam model tank top, sebaliknya bawahannya mengenakan mini skirt bercorak putih. Di antara sahabatnya, ia yang sangat menonjol. Sangat lincah, sangat menarik.
“ Mas, Mas wartawan ya?” katanya kepadaku.
“ Iya”.
“ Wawancarai kita dong”, Salah seseorang temannya nyeletuk.
“ Emang ingin?”.
“ Pasti dong. Tetapi photo kita dulu…”
Mereka beraksi dikala kuarahkan kameraku kepada mereka. Dengan lagak serta style tiap- tiap mereka bergaya.
“ Mengapa telah terdapat di mari, sih? Bukankah ____( nama partai) baru esok kampanyenya?”.
“ Biarin Mas, daripada esok dipahami partai lain?”.
“ Memanglah hendak terus di mari? Hingga pagi?”.
“ Iya, demi ____( nama partai), kami rela tidur sampai larut malam semalaman.”
“ Hebat.”
“ Mas di mari aja, Mas. Nanti tentu terdapat lagi yang mau manjat tugu selamat tiba.” Kata wanita yang menarik perhatianku itu.
Saya juga duduk dekat mereka, berbincang tentang pemilu kali ini. Harapan- harapan mereka, asumsi mereka, serta komentar mereka.
Mereka cukup loyal terhadap partai mereka itu, meski nampak sedikit kecewa, sebab pemimpin partai mereka itu kurang berani bicara. Sementara itu diproyeksikan buat jadi calon presiden. Saya maklum, sebab ketahui latar balik pemimpin yang mereka maksudkan itu.
“ Eh, nama kamu siapa?” Tanyaku,“ Saya Anton.”
“ Aku Mey.” Kata wanita manis itu, kemudian sahabatnya yang lain juga menyebut nama. Kami terus bercakap- cakap, sembari minum teh botol yang dijual orang dagang asongan.
Waktu terus lalu. Sebagian kali saya meninggalkan mereka buat mengejar sumber kabar. Malam itu bundaran HI dikunjungi Kapolri yang meninjau serta‘ menyerah’ memandang massa yang sudah bergerombol buat pawai serta kampanye, sebab agenda resminya merupakan jam 06. 00– 18. 00.
Dikala saya kembali, gerombolan Mey masih terdapat di situ.
“ Aku ke kantor dahulu ya, membagikan kaset rekaman serta hasil photoku. Hingga ketemu.” Pamitku.
“ Eh, Mas, Mas Anton ! Kantornya“ x”( nama koranku), khan. Boleh aku menumpang?” Mey berteriak kepadaku.
“ Kemana?”
“ Rumah. Rumah aku di dekat sana pula.”
“ Boleh saja.” Kataku,“ Tetapi katanya ingin senantiasa di mari? Tidur sampai larut malam?”
“ Tidak deh. Ngantuk. Boleh ya? Gak terdapat yang ingin ngantarin nih.”
Saya juga mengangguk. Tetapi dari tempatku berdiri, saya bisa memandang di dalam mini bis itu terdapat sejoli anak muda berciuman.
Betul- betul kampanye, nih? Sama saja peristiwa waktu meliput demontrasi mahasiswa dahulu. Waktu teriak, ikutan teriak. Yang pacaran, ya pacaran.( Ini hanya hanya nyentil, lho. Bukan menghujat. Angkat topi buat gerakan mahasiswa kita! Peace!)
Mey menggandengku. Saya melambai pada rekan- rekannya.
“ Mey ! Kembali lho! Jangan malah…” Teriak salah seseorang temannya.
Mey hanya mengangkut tinjunya, tetapi matanya kulihat mengedip.
Kemudian kami juga mengarah mobilku. Dengan lincah Mey sudah duduk di sampingku. Mulutnya berkicau terus, bingung menimpa profesiku.
Saya menjawabnya dengan bahagia hati. Terkadang juga saya bertanya padanya. Dari sana saya ketahui ia sekolah di suatu SMA di wilayah Bulungan, kelas 2. Tadi ikut- ikutan sahabatnya saja. Politik? Pusing ah mikirinnya.
Umurnya baru 17 tahun, tetapi tidak mendaftar pemilu tahun ini. Kami terus bercakap- cakap. Ia sudah terus menjadi akrab denganku.
“ Kalian telah memiliki pacar, belum?” Tanyaku.
“ Telah.” Nadanya jadi lain, agak- agak sendu.
“ Tidak turut tadi?”
“ Tidak.”
“ Mengapa?”
“ Lagi marahan aja.”
“ Wah.., gawat nih.”
“ Biarin aja.”
“ Mengapa emangnya?”
“ Ia ketangkap basah selingkuh dengan temanku, tetapi tidak mengaku.”
“ Perang, dong?”
“ Saya marah! Eh ia lebih galak.”
“ Dibalas lagi dong. Jangan didiemin aja.”
“ Gimana triknya?” Tanyanya polos.
“ Kalian selingkuh pula.” Jawabku asal- asalan.
“ Bener?”
“ Iya. Jangan ingin dibohongin, laki- laki tu senantiasa begitu.”
“ Lho, Mas sendiri laki- laki.”
“ Makanya, saya tidak yakin sama laki- laki. Sumpah, hingga saat ini saya tidak sempat pacaran sama laki- laki. Hahaha.”
Ia turut tertawa.
Saya mengambil rokok dari saku depan kemejaku, menyalakannya. Mey memohon satu rokokku. Anak ini badung pula. Sembari merokok, ia nampak lebih rileks, kakinya tanpa siuman sudah nemplok di dashboardku. Saya merengut, hendak marah, tetapi tidak jadi, pahanya yang lembut terpampang di depanku, membuat gondokku lenyap.
Sehabis itu saya mulai tertarik mencuri- curi pandang. Mey tidak siuman, ia memejamkan mata, menikmati asap rokok yang mengepul serta keluar lewat jendela yang terbuka. Wanita ini betul- betul menawan. Rambutnya panjang. Badannya indah. Dari pakaian kaosnya yang pendek, bisa kulihat putih lembut perutnya. Dadanya mengembang sempurna, tegak berisi.
Tanpa siuman penisku bereaksi.
Saya menyalakan tape mobilku. Mey memandangku dikala suatu lagu romantis terdengar.
“ Mas, sehabis ini ingin kemana?”
“ Kembali. Kemana lagi?”
“ Kita ke tepi laut saja ayo. Saya suntuk nih.” Katanya menghembuskan asap putih dari mulutnya.
“ Mengapa”
“ Amati laut, ngedengerin ombak, mengapa aja deh. Saya males kembali jadinya. Senantiasa ingat Ipet, jika saya sendirian.”
“ Ipet?”
“ Pacarku.”
“ Oh. Tetapi tadi katanya ngantuk?”
“ Udah terbang bersama asap.” Katanya, badannya doyong ke arahku, melingkarkan lengan ke bahuku, dadanya melekat di pangkal tangan kiriku. Hangat.
“ Bolehlah.” Kataku, sehabis berpikir jika esok saya tidak wajib pagi- pagi ke kantor. Jadi sehabis mengantar modul yang kudapat kepada rekanku yang hendak membuat beritanya, saya serta Mey mengarah arah utara. Ancol! Mana lagi tepi laut di Jakarta ini.
Cerita Berusia: Saya parkirkan mobil Kijangku di pinggir tepi laut Ancol. Di situ kami terdiam, mencermati ombak, begitu sebutan Mey tadi. Hingga separuh jam kami cuma berdiam. Tetapi kami duduk sudah terus menjadi rapat, sehingga bisa kurasakan lembutnya badan yang terdapat di sampingku.
Seketika Mey mencium pipiku.
“ Terima kasih, Mas Anton.”
“ Buat apa?”
“ Sebab sudah ingin menemani Mey .”
Saya cuma diam. Menatapnya. Ia juga menatapku. Lama- lama menunduk. Kunikmati kecantikan mukanya. Tanpa siuman saya raih mukanya, dengan sangat lambat- laun kudekatkan wajahku ke mukanya, saya cium bibirnya, kemudian saya tarik lagi wajahku agak menghindar.
Saya rasakan hatiku tergetar, bibirku juga kurasakan bergetar, begitu pula dengan bibirnya. Saya tersenyum, serta dia juga tersenyum. Kami berciuman kembali. Dikala hendak merebahkannya, setir mobil menghalang gerakan kami.
Kami berdua pindah ke bangku tengah Kijangku. Saya cium kening Mey terlebih dulu, setelah itu kedua matanya, hidungnya, kedua pipinya, kemudian bibirnya. Mey terpejam serta kudengar nafasnya mulai agak terasa memburu, kami berdua terbenam dalam ciuman yang hangat membara. Tanganku memegang dadanya, meremasnya dari balik kaos tipis serta bhnya.
Sesaat setelah itu kaos itu sudah kubuka. Saya arahkan mulutku ke lehernya, ke pundaknya, kemudian turun ke buah dadanya yang indah, besar, montok, kencang, dengan puting yang memerah. Tanganku membuka kaitan BH hitamnya. Saya mainkan lidahku di puting kedua buah dadanya yang mulai membeku. Yang kiri kemudian yang kanan.
“ Mas Anton, kalian tau saja kelemahan aku, aku sangat tidak tahan kalo dijilat susu saya…, aahh…”.
Saya juga telah terus menjadi asik mencumbu serta menjilati puting buah dadanya, kemudian ke perutnya, pusarnya, sembari tanganku membuka mini skirtnya.
Terpampanglah jelas badan telanjang wanita itu. Celana dalamnya yang bercorak gelap, menerawangkan bulu- bulu halus yang terdapat di sana. Kuciumi wilayah gelap itu.
Saya menyudahi, kemudian saya bertanya kepada Mey
“ Mey kalian udah sempat dijilatin itunya?”
“ Belum…, mengapa?”.
“ Ingin nyoba tidak?”.
Mey mengangguk lama- lama.
Khawatir dia berganti benak, tanpa menunggu lebih lama lagi langsung saya buka celana dalamnya, serta memusatkan mulutku ke kemaluan Mey yang bulunya rimbun, kelentitnya yang memerah serta baunya yang khas. Saya keluarkan ujung lidahku yang lancip kemudian kujilat dengan lembut klitorisnyana. Sebagian detik setelah itu kudengar desahan panjang dari Mey
“ sstt… Aahh!!!”
Saya terus beroperasi di situ
“ aahh…, Mas Anton…, edan nikmat bener…, Gila…, aku baru ngerasain nih nikmat yang seperti gini…, aahh…, aku tidak tahan nih…, udah deh…”
Kemudian dengan seketika dia menarik kepalaku serta dengan tersenyum dia memandangku. Tanpa kuduga dia mendorongku buat bersandar ke bangku, dengan sigapnya tangannya membuka sabuk yang kupakai, kemudian membuka zipper jins hitamku. Tangannya mencapai kemaluanku yang telah mengencang serta membengkak dari tadi. Kemudian dia memasukkan batang kemaluanku yang besar serta melengkung kedalam mulutnya.
“ aahh…” Lenguhku
Kurasakan kehangatan lidah dalam mulutnya. Tetapi sebab ia bisa jadi belum biasa, giginya sebagian kali menyakiti penisku.
“ Aduh Mey , jangan kena gigi dong…, Sakit. Nanti lecet…”
Kuperhatikan mukanya, lidahnya padat jadwal menjilati kepala kemaluanku yang keras, dia jilati melingkar, ke kiri, ke kanan, kemudian dengan lama- lama dia tekan kepalanya ke arahku berupaya memasukkan kemaluanku semaksimal bisa jadi ke dalam mulutnya. Tetapi cuma seperempat dari panjang kemaluanku saja kulihat yang sukses terbenam dalam mulutnya.
“ Ohk!.., aduh Mas Anton, hanya dapat masuk seperempat…”
“ Ya udah Mey , udah deh jangan dipaksaain, nanti kalian tersedak.”
Kutarik badannya, serta kurebahkan dia di seat Kijangku. Kemudian dia membuka pahanya agak lebar, nampak samar- samar olehku kemaluannya telah mulai lembab serta agak basah. Kemudian kupegang batang kemaluanku, saya arahkan ke lubang kemaluannya.
Saya rasakan kepala kemaluanku mulai masuk lama- lama, kutekan lagi agak lama- lama, kurasakan sulitnya kemaluanku menembus lubang kemaluannya.
Kudorong lagi lama- lama, kuperhatikan wajah Mey na dengan matanya yang tertutup rapat, dia menggigit bibirnya sendiri, setelah itu berdesah.
“ sstt…, aahh…, Mas Anton, pelan- pelan ya masukkinnya, udah kerasa agak nyeri nih…”
Serta dengan lama- lama tetapi tentu kudesak terus batang kemaluanku ke dalam lubang kemaluan Mey , saya berupaya buat dengan sangat hati- hati sekali memasukkan batang kemaluanku ke lubang vaginanyana. Saya telah tidak tabah, pada sesuatu dikala saya kelepasan, saya dorong batang kemaluanku agak keras. Terdengar suara aneh. Saya amati ke arah batang kemaluanku serta kemaluan Mey , nampak olehku batang kemaluanku baru separuh terbenam kedalam kemaluannya. Mey tersentak kaget.
“ Aduh Mas Anton, suara apaan tuh?”
“ Tidak apa- apa, sakit tidak?”
“ Sedikit…”
“ Tahan ya.., sebentar lagi masuk kok…”
Serta kurasakan lubang kemaluan Mey telah mulai basah serta agak hangat. Ini menunjukkan kalau lend*r dalam kemaluan Mey telah mulai keluar, serta siap buat penetrasi. Kesimpulannya saya desakkan batang kemaluanku dengan kilat serta seketika supaya Mey tidak pernah merasakan sakit, serta nyatanya usahaku sukses, kulihat wajah Mey a semacam orang yang lagi merasakan kenikmatan yang luar biasa, matanya separuh terpejam, serta sebentar- sebentar kulihat mulutnya terbuka serta menghasilkan suara.“ sshh…, sshh…”
Lidahnya terkadang keluar sedikit membasahi bibirnya yang sensual. Saya juga merasakan nikmat yang luar biasa. Kutekan lagi batang kemaluanku, kurasakan di ujung kemaluanku terdapat yang mengganjal, kuperhatikan batang kemaluanku, nyatanya telah masuk 3 perempat kedalam lubang kemaluan Mey .
Saya coba buat menekan lebih jauh lagi, nyatanya telah mentok…, akhirnya, batang kemaluanku cuma bisa masuk 3 perempat lebih sedikit ke dalam lubang kemaluan Mey . Serta Mey juga merasakannya.
“ Aduh Mas Anton, udah mentok, jangan dipaksain teken lagi, perut aku udah kerasa agak negg nih, tetapi nikmat…., aduh…, barangmu gede banget sih Mas Anton…”
Saya mulai memundur- majukan pantatku, sebentar kuputar goyanganku ke kiri, kemudian ke kanan, memutar, kemudian kembali ke depan ke balik, ke atas kemudian ke dasar. Kurasakan betapa nikmat rasanya kemaluan Mey , nyatanya lubang kemaluan Mey masih kecil, meski bukan lagi seseorang perawan.
Ini bisa jadi sebab dimensi batang kemaluanku yang bagi Mey besar, panjang serta perkasa. Lama kelamaan goyanganku telah mulai tertib, lama- lama tetapi tentu, serta Mey juga telah bisa mengimbangi goyanganku, kami bergoyang seirama, bertentangan arah, apabila kugoyang ke kiri, Mey goyang ke kanan, apabila kutekan pantatku Mey juga menekan pantatnya.
Seluruh saya jalani dengan sedikit hati- hati, sebab saya siuman betapa besar batang kemaluanku buat Mey , saya tidak ingin buatnya mengidap kesakitan. Serta usahaku ini berjalan dengan lembut. Sesekali kurasakan jari jemari Mey merenggut rambutku, sesekali kurasakan tangannya mendekapku dengan erat.
Badan kami berkeringat dengan sedemikian rupa dalam ruangan mobil yang mulai panas, tetapi kami tidak hirau, kami lagi merasakan nikmat yang tiada tara pada dikala itu. Saya terus menggoyang pantatku ke depan ke balik, keatas kebawah dengan tertib hingga pada sesuatu dikala.
“ Aahh Mas Anton…, agak cepet lagi sedikit goyangnya…, aku kayaknya udah ingin keluar nih…”
Mey mengangkut kakinya besar, melingkar di pinggangku, menekan pantatku dengan erat serta sebagian menit setelah itu terus menjadi erat…, terus menjadi erat…, tangannya sebelah menjambak rambutku, sebelah lagi mencakar punggungku, mulutnya menggigit kecil telingaku sebelah kanan, kemudian terdengar jeritan serta lenguhan panjang dari mulutnya memanggil namaku.
“ Mas Anton…, aahh…, mmhhaahh…, Aahh…” Ia kelojotan. Kurasakan lubang kemaluannya hangat, mengencang serta mengejut- ngejut menjepit batang kemaluanku.
“ aahh…, gila…, Ini nikmat sekali…” Teriakku.
Baru kurasakan sekali ini lubang kemaluan dapat semacam ini. Tidak lama setelah itu saya tidak tahan lagi, kugoyang pantatku lebih kilat lagi keatas kebawah serta, Tubuhku mengejang.
“ Mas Anton…, cabut…, keluarin di luar…”
Dengan kilat kucabut batang kemaluanku kemudian sedetik setelah itu kurasakan kenikmatan luar biasa, saya menjerit tertahan
“ aahh…, ahh…” Saya mengerang.
“ Ngghh…, ngghh..”
Saya pegang batang kemaluanku sebelah tangan serta setelah itu kurasakan muncratnya air maniku dengan kencang serta banyak sekali keluar dari batang kemaluanku.
Chrootth…, chrootthh…, crothh…, craatthh…, sebagian menyemprot wajah Mey , sebagian lagi ke payudaranya, ke dadanya, terakhir ke perut serta pusarnya.
Kami terkulai lemas berdua, sembari berpelukan.
“ Mas Anton…, nikmat banget main sama kalian, rasanya beda sama kalo aku gituan sama Ipet. Enakan sama kalian. Jika sama Ipet, aku tidak sempat orgasme, tetapi baru sekali disetubuhi kalian, aku dapat hingga, benda kali sebab benda kalian yang gede banget ya?” Katanya sembari membelai batangku yang masih tegang, tetapi tidak sekeras tadi.
“ Aku tidak bakal kurang ingat deh sama malam ini, aku hendak inget terus malem ini, jadi kenangan manis aku”
Saya cuma tersenyum dengan letih serta mengatakan“ Iya Mey , aku pula, aku tidak bakal kurang ingat”.
“ Terima kasih, Mas Anton.”
“ Buat apa?”
“ Sebab sudah ingin menemani Mey .”
Saya cuma diam. Menatapnya. Ia juga menatapku. Lama- lama menunduk. Kunikmati kecantikan mukanya. Tanpa siuman saya raih mukanya, dengan sangat lambat- laun kudekatkan wajahku ke mukanya, saya cium bibirnya, kemudian saya tarik lagi wajahku agak menghindar.
Saya rasakan hatiku tergetar, bibirku juga kurasakan bergetar, begitu pula dengan bibirnya. Saya tersenyum, serta dia juga tersenyum. Kami berciuman kembali. Dikala hendak merebahkannya, setir mobil menghalang gerakan kami.
Kami berdua pindah ke bangku tengah Kijangku. Saya cium kening Mey terlebih dulu, setelah itu kedua matanya, hidungnya, kedua pipinya, kemudian bibirnya. Mey terpejam serta kudengar nafasnya mulai agak terasa memburu, kami berdua terbenam dalam ciuman yang hangat membara. Tanganku memegang dadanya, meremasnya dari balik kaos tipis serta bhnya.
Sesaat setelah itu kaos itu sudah kubuka. Saya arahkan mulutku ke lehernya, ke pundaknya, kemudian turun ke buah dadanya yang indah, besar, montok, kencang, dengan puting yang memerah. Tanganku membuka kaitan BH hitamnya. Saya mainkan lidahku di puting kedua buah dadanya yang mulai membeku. Yang kiri kemudian yang kanan.
“ Mas Anton, kalian tau saja kelemahan aku, aku sangat tidak tahan kalo dijilat susu saya…, aahh…”.
Saya juga telah terus menjadi asik mencumbu serta menjilati puting buah dadanya, kemudian ke perutnya, pusarnya, sembari tanganku membuka mini skirtnya.
Terpampanglah jelas badan telanjang wanita itu. Celana dalamnya yang bercorak gelap, menerawangkan bulu- bulu halus yang terdapat di sana. Kuciumi wilayah gelap itu.
Saya menyudahi, kemudian saya bertanya kepada Mey
“ Mey kalian udah sempat dijilatin itunya?”
“ Belum…, mengapa?”.
“ Ingin nyoba tidak?”.
Mey mengangguk lama- lama.
Khawatir dia berganti benak, tanpa menunggu lebih lama lagi langsung saya buka celana dalamnya, serta memusatkan mulutku ke kemaluan Mey yang bulunya rimbun, kelentitnya yang memerah serta baunya yang khas. Saya keluarkan ujung lidahku yang lancip kemudian kujilat dengan lembut klitorisnyana. Sebagian detik setelah itu kudengar desahan panjang dari Mey
“ sstt… Aahh!!!”
Saya terus beroperasi di situ
“ aahh…, Mas Anton…, edan nikmat bener…, Gila…, aku baru ngerasain nih nikmat yang seperti gini…, aahh…, aku tidak tahan nih…, udah deh…”
Kemudian dengan seketika dia menarik kepalaku serta dengan tersenyum dia memandangku. Tanpa kuduga dia mendorongku buat bersandar ke bangku, dengan sigapnya tangannya membuka sabuk yang kupakai, kemudian membuka zipper jins hitamku. Tangannya mencapai kemaluanku yang telah mengencang serta membengkak dari tadi. Kemudian dia memasukkan batang kemaluanku yang besar serta melengkung kedalam mulutnya.
“ aahh…” Lenguhku
Kurasakan kehangatan lidah dalam mulutnya. Tetapi sebab ia bisa jadi belum biasa, giginya sebagian kali menyakiti penisku.
“ Aduh Mey , jangan kena gigi dong…, Sakit. Nanti lecet…”
Kuperhatikan mukanya, lidahnya padat jadwal menjilati kepala kemaluanku yang keras, dia jilati melingkar, ke kiri, ke kanan, kemudian dengan lama- lama dia tekan kepalanya ke arahku berupaya memasukkan kemaluanku semaksimal bisa jadi ke dalam mulutnya. Tetapi cuma seperempat dari panjang kemaluanku saja kulihat yang sukses terbenam dalam mulutnya.
“ Ohk!.., aduh Mas Anton , hanya dapat masuk seperempat…”
“ Ya udah Mey , udah deh jangan dipaksaain, nanti kalian tersedak.”
Kutarik badannya, serta kurebahkan dia di seat Kijangku. Kemudian dia membuka pahanya agak lebar, nampak samar- samar olehku kemaluannya telah mulai lembab serta agak basah. Kemudian kupegang batang kemaluanku, saya arahkan ke lubang kemaluannya.
Saya rasakan kepala kemaluanku mulai masuk lama- lama, kutekan lagi agak lama- lama, kurasakan sulitnya kemaluanku menembus lubang kemaluannya.
Kudorong lagi lama- lama, kuperhatikan wajah Mey dengan matanya yang tertutup rapat, dia menggigit bibirnya sendiri, setelah itu berdesah.
“ sstt…, aahh…, Mas Anton , pelan- pelan ya masukkinnya, udah kerasa agak nyeri nih…”
Serta dengan lama- lama tetapi tentu kudesak terus batang kemaluanku ke dalam lubang kemaluan Mey , saya berupaya buat dengan sangat hati- hati sekali memasukkan batang kemaluanku ke lubang vaginanyana. Saya telah tidak tabah, pada sesuatu dikala saya kelepasan, saya dorong batang kemaluanku agak keras. Terdengar suara aneh. Saya amati ke arah batang kemaluanku serta kemaluan Mey , nampak olehku batang kemaluanku baru separuh terbenam kedalam kemaluannya. Mey tersentak kaget.
“ Aduh Mas Anton , suara apaan tuh?”
“ Tidak apa- apa, sakit tidak?”
“ Sedikit…”
“ Tahan ya.., sebentar lagi masuk kok…”
Serta kurasakan lubang kemaluan Mey telah mulai basah serta agak hangat. Ini menunjukkan kalau lend*r dalam kemaluan Mey telah mulai keluar, serta siap buat penetrasi. Kesimpulannya saya desakkan batang kemaluanku dengan kilat serta seketika supaya Mey tidak pernah merasakan sakit, serta nyatanya usahaku sukses, kulihat wajah Mey semacam orang yang lagi merasakan kenikmatan yang luar biasa, matanya separuh terpejam, serta sebentar- sebentar kulihat mulutnya terbuka serta menghasilkan suara.“ sshh…, sshh…”
Lidahnya terkadang keluar sedikit membasahi bibirnya yang sensual. Saya juga merasakan nikmat yang luar biasa. Kutekan lagi batang kemaluanku, kurasakan di ujung kemaluanku terdapat yang mengganjal, kuperhatikan batang kemaluanku, nyatanya telah masuk 3 perempat kedalam lubang kemaluan Mey .
Saya coba buat menekan lebih jauh lagi, nyatanya telah mentok…, akhirnya, batang kemaluanku cuma bisa masuk 3 perempat lebih sedikit ke dalam lubang kemaluan Mey . Serta Mey juga merasakannya.
“ Aduh Mas Anton , udah mentok, jangan dipaksain teken lagi, perut aku udah kerasa agak negg nih, tetapi nikmat…., aduh…, barangmu gede banget sih Mas Anton …”
Saya mulai memundur- majukan pantatku, sebentar kuputar goyanganku ke kiri, kemudian ke kanan, memutar, kemudian kembali ke depan ke balik, ke atas kemudian ke dasar. Kurasakan betapa nikmat rasanya kemaluan Mey , nyatanya lubang kemaluan Mey masih kecil, meski bukan lagi seseorang perawan.
Ini bisa jadi sebab dimensi batang kemaluanku yang bagi Mey besar, panjang serta perkasa. Lama kelamaan goyanganku telah mulai tertib, lama- lama tetapi tentu, serta Mey juga telah bisa mengimbangi goyanganku, kami bergoyang seirama, bertentangan arah, apabila kugoyang ke kiri, Mey goyang ke kanan, apabila kutekan pantatku Mey juga menekan pantatnya.
Seluruh saya jalani dengan sedikit hati- hati, sebab saya siuman betapa besar batang kemaluanku buat Mey , saya tidak ingin buatnya mengidap kesakitan. Serta usahaku ini berjalan dengan lembut. Sesekali kurasakan jari jemari Mey merenggut rambutku, sesekali kurasakan tangannya mendekapku dengan erat.
Badan kami berkeringat dengan sedemikian rupa dalam ruangan mobil yang mulai panas, tetapi kami tidak hirau, kami lagi merasakan nikmat yang tiada tara pada dikala itu. Saya terus menggoyang pantatku ke depan ke balik, keatas kebawah dengan tertib hingga pada sesuatu dikala.
“ Aahh Mas Anton …, agak cepet lagi sedikit goyangnya…, aku kayaknya udah ingin keluar nih…”
Mey mengangkut kakinya besar, melingkar di pinggangku, menekan pantatku dengan erat serta sebagian menit setelah itu terus menjadi erat…, terus menjadi erat…, tangannya sebelah menjambak rambutku, sebelah lagi mencakar punggungku, mulutnya menggigit kecil telingaku sebelah kanan, kemudian terdengar jeritan serta lenguhan panjang dari mulutnya memanggil namaku.
“ Mas Anton …, aahh…, mmhhaahh…, Aahh…” Ia kelojotan. Kurasakan lubang kemaluannya hangat, mengencang serta mengejut- ngejut menjepit batang kemaluanku.
“ aahh…, gila…, Ini nikmat sekali…” Teriakku.
Baru kurasakan sekali ini lubang kemaluan dapat semacam ini. Tidak lama setelah itu saya tidak tahan lagi, kugoyang pantatku lebih kilat lagi keatas kebawah serta, Tubuhku mengejang.
“ Mas Anton …, cabut…, keluarin di luar…”
Dengan kilat kucabut batang kemaluanku kemudian sedetik setelah itu kurasakan kenikmatan luar biasa, saya menjerit tertahan
“ aahh…, ahh…” Saya mengerang.
“ Ngghh…, ngghh..”
Saya pegang batang kemaluanku sebelah tangan serta setelah itu kurasakan muncratnya air maniku dengan kencang serta banyak sekali keluar dari batang kemaluanku.
Chrootth…, chrootthh…, crothh…, craatthh…, sebagian menyemprot wajah Mey , sebagian lagi ke payudaranya, ke dadanya, terakhir ke perut serta pusarnya.
Kami terkulai lemas berdua, sembari berpelukan.
“ Mas Anton …, nikmat banget main sama kamu, rasanya beda sama kalo aku gituan sama Ipet. Enakan sama kalian. Jika sama Ipet, aku tidak sempat orgasme, tetapi baru sekali disetubuhi kalian, aku dapat hingga, benda kali sebab benda kalian yang gede banget ya?” Katanya sembari membelai batangku yang masih tegang, tetapi tidak sekeras tadi.
“ Aku tidak bakal kurang ingat deh sama malam ini, aku hendak inget terus malem ini, jadi kenangan manis aku”
Saya cuma tersenyum dengan letih serta mengatakan“ Iya Mey , aku pula, aku tidak bakal kurang ingat”.
1 Komentar
Your Affiliate Money Making Machine is waiting -
BalasHapusAnd earning money online using it is as easy as 1--2--3!
This is how it all works...
STEP 1. Input into the system what affiliate products the system will advertise
STEP 2. Add push button traffic (it LITERALLY takes 2 minutes)
STEP 3. See how the affiliate system explode your list and sell your affiliate products all for you!
Are you ready?
Click here to make money with the system